1.2.e. Mulai dari diri - Modul 1.2

1. Refleksi


1. Apa peristiwa positif dan negatif yang saya tuliskan disana?

Peristiwa Positif

Ketika saya masih berusia 7 tahun dan baru saja memulai petualangan pendidikan di kelas 1, saya mengingat dengan jelas momen di mana wali kelas kami, Bu Marhaeni, memberikan tugas yang cukup menantang bagi kami, para murid cilik. Tugasnya adalah menggambar tempayang, sebuah ujian kecil namun berarti bagi kami yang baru belajar menggambar.

Bagi sebagian besar teman sekelas saya, tugas ini terasa sangat sulit. Mereka berjuang untuk menggambar bentuk yang tepat, memahami proporsi, dan mengisi warna dengan rapi. Namun, bagi saya, cerita ini sedikit berbeda. Saya gemar menggambar sejak kecil dan memiliki ketertarikan yang kuat terhadap detail-detail kecil.

Saat hari presentasi tiba, kami satu per satu menunjukkan hasil karya kami kepada Bu Marhaeni. Saya merasa campuran antara gugup dan bangga ketika giliran saya tiba. Bu Marhaeni dengan cermat melihat gambar saya, mengapresiasi setiap garis dan warna yang saya pilih. Akhirnya, saat dia memberi tahu bahwa saya mendapatkan nilai sempurna, yaitu 100, saya merasa senang campur bangga. Rasanya luar biasa mendapatkan pengakuan atas usaha keras dan dedikasi saya dalam menggambar.

Peristiwa ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan diri saya dalam kemampuan menggambar, tetapi juga memberi saya pelajaran berharga bahwa ketekunan dan cinta terhadap apa yang kita lakukan bisa membawa hasil yang memuaskan. Itulah salah satu momen awal yang menginspirasi saya untuk terus mengeksplorasi dan mengembangkan minat dan kreativitas.

Peristiwa Negatif

Ketika saya melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, ada satu momen yang sangat membekas di ingatan saya, membuat saya merasa sangat malu. Kejadian itu terjadi ketika saya terlambat masuk kelas Bahasa Indonesia. Sebagai seorang murid, saya tahu bahwa ada aturan yang harus diikuti, dan saya siap menerima konsekuensi atas kesalahan saya.

Pada hari itu, saya terlambat masuk kelas dan langsung mendapati pandangan tajam dari Bu Inra, guru Bahasa Indonesia kami. Saya merasa tegang dan gelisah saat dia memutuskan untuk memberikan saya hukuman di depan seluruh teman sekelas. Tanpa peringatan lebih lanjut, Bu Inra memutuskan untuk memberikan hukuman fisik, yang sangat jarang terjadi di sekolah kami.

Merasa malu dan terpukul, saya mencoba menahan diri agar tidak menangis di depan teman-teman saya yang lain. Rasanya seperti semua mata tertuju padaku, dan saya merasa sebagai pusat perhatian yang tidak menyenangkan. Hukuman tersebut bukan hanya menimbulkan rasa sakit fisik yang singkat, tetapi juga meninggalkan bekas yang lebih dalam pada diri saya.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa tidak semua hukuman atau disiplin harus dilakukan dengan cara yang sama. Saya mempertanyakan keadilan dari tindakan tersebut dan merasa bahwa cara Bu Inra menangani situasi itu tidaklah mendidik. Meskipun saya telah memahami pentingnya aturan dan kedisiplinan, momen tersebut tetap menjadi pengingat bagaimana pentingnya menangani pelanggaran dengan cara yang mendidik dan menghormati martabat setiap murid.

Sejak saat itu, saya berusaha lebih berhati-hati dalam mematuhi aturan sekolah dan memahami bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga membangun karakter dengan penuh kebijaksanaan dan empati.


2. Selain saya, siapa lagi yang terlibat di dalam masing-masing peristiwa tersebut?

Dalam setiap peristiwa hidup saya, baik yang memberi pengalaman positif maupun yang negatif, selalu melibatkan beberapa pihak yang turut berperan. Ketika saya meraih keberhasilan dalam menggambar tempayang di kelas 1, momen itu tak hanya menjadi kebanggaan pribadi saya, tetapi juga melibatkan peran teman-teman sekelas saya yang memberikan dukungan dan semangat, serta guru kami yang memberi penilaian atas usaha kami.

Di sisi lain, saat saya mengalami momen yang memalukan karena hukuman dari guru Bahasa Indonesia karena terlambat masuk kelas, peristiwa itu juga melibatkan interaksi yang kompleks. Teman-teman sekelas saya menyaksikan dan mungkin merasakan empati atau bahkan kelegaan karena kejadian itu tidak menimpa mereka. Guru kami, Bu Inra, memegang peran penting dalam menetapkan hukuman dan memberikan pelajaran tentang kedisiplinan.

Kedua peristiwa tersebut mengingatkan saya bahwa kehidupan kita tidak pernah berjalan sendiri-sendiri. Setiap langkah dan pengalaman kita selalu terhubung dengan orang-orang di sekitar kita, baik sebagai pendukung, pengamat, atau bahkan sebagai pihak yang memberikan pengaruh langsung. Dalam dinamika interaksi ini, kita belajar tidak hanya tentang diri sendiri, tetapi juga tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai situasi kehidupan.

3. Dampak emosi apa saja yang saya rasakan hingga sekarang? (silakan gunakan roda emosi Plutchik di Gambar 2 untuk mengidentifikasi persisnya perasaan Bapak/Ibu di masa itu)

Berdasarkan pengalaman hidup saya, terdapat dua peristiwa yang memiliki dampak emosional yang berbeda dalam diri saya. Peristiwa positif pertama terjadi saat saya masih berusia 7 tahun, di kelas 1. Saat itu, saya berhasil menggambar tempayang dengan sempurna dan meraih nilai 100. Pengalaman ini menimbulkan perasaan gembira dan rasa percaya diri yang mendalam bagi saya. Guru saya, Bu Marhaeni, memainkan peran penting dalam keberhasilan ini. Saya merasa senang dan gembira ketika belajar di bawah bimbingannya, merasa tenang ketika berada di dekatnya, dan terkesan dengan kebijaksanaan serta dedikasinya dalam mengajar. Hingga saat ini, saya masih merasakan rasa kagum dan cinta yang tumbuh kepada Ibu Marhaeni sebagai guru yang memengaruhi saya secara positif.

Namun, tidak semua pengalaman dalam pendidikan saya berjalan lancar. Pengalaman negatif yang saya alami terjadi saat saya dihukum oleh guru Bahasa Indonesia, Bu Inra, karena terlambat masuk kelas. Hukuman fisik yang saya terima di depan teman-teman sekelas membuat saya merasa malu. Peristiwa ini menjadi kenangan terburuk yang sulit untuk dilupakan. Saya merasa benci dan jengkel dengan cara penanganan Bu Inra terhadap situasi tersebut, dan hal ini menyebabkan saya merasa ingin menjaga jarak dengan beliau.

Dua pengalaman ini mencerminkan kompleksitas emosi manusia dalam menanggapi pengalaman positif dan negatif dalam hidup. Meskipun peristiwa-peristiwa ini telah berlalu, dampak emosionalnya masih terasa dalam diri saya hingga saat ini, membentuk persepsi dan hubungan saya terhadap guru-guru yang mempengaruhi perjalanan pendidikan dan perkembangan pribadi saya.

4. Mengapa momen yang terjadi di masa sekolah masih dapat saya rasakan dan masih dapat memengaruhi diri saya di masa sekarang?

Peristiwa dari dampak positif dan negatif pada masa sekolah masih saya ingat, rasakan, dan berpengaruh di masa sekarang. Pengalaman mendapatkan nilai sempurna dalam menggambar dari Bu Marhaeni mengajarkan saya tentang kepercayaan diri dan dedikasi. Sebaliknya, momen terlambat masuk kelas Bahasa Indonesia dengan hukuman fisik dari Bu Inra mengajarkan saya tentang keadilan dan penghargaan terhadap martabat setiap individu. Seorang guru tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk karakter murid dengan sikap dan tutur kata yang baik, sehingga murid dapat merekam kenangan positif dari interaksi mereka dengan guru.

5. Pelajaran hidup apa yang saya peroleh dari kegiatan trapesium usia dan roda emosi, terkait peran saya sebagai guru terhadap peserta didik saya?

Pelajaran hidup yang saya peroleh dari kegiatan trapesium usia dan roda emosi ini adalah bahwa menjadi seorang guru memerlukan kedekatan dengan murid. Seorang guru perlu dapat menjadi partner dan sahabat bagi murid, dengan mematuhi batasan-batasan yang ada. Selain itu, seorang guru juga harus menjadi tauladan yang baik bagi muridnya. Dengan terjalinnya hubungan yang baik antara guru dan murid, proses pembelajaran dapat dilakukan dengan semangat yang tinggi. Murid merasa didorong dari dalam diri mereka sendiri, dan pembelajaran pun menjadi momen yang membawa kebahagiaan.

6. Bagaimana saya menuliskan nilai-nilai yang saya yakini sebagai seorang Guru, dalam 1 atau 2 kalimat menggunakan kata-kata: "guru", "murid", "belajar", "makna", "peran"?

Dalam kegiatan belajar di sekolah, penting bagi guru untuk mampu menumbuhkan perasaan bahagia pada murid, sehingga proses pembelajaran menjadi berarti bagi mereka. Ketika murid merasa bahagia dan mendapati makna dalam pembelajaran, mereka dapat mencapai kemerdekaan penuh. Peran guru bukan sekadar mengisi gelas kosong, tetapi juga membimbing murid untuk mengembangkan potensi alamiah mereka. Dengan demikian, guru tidak hanya mengajar materi, tetapi juga membantu murid menemukan dan memperkuat identitas dan tujuan hidup mereka.



2. Nilai dan Peran Guru Penggerak Menurut Saya

1. Apa nilai-nilai dalam diri saya yang membantu saya menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya?

Nilai-nilai dalam diri saya yang membantu saya menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya sangat beragam. Saya selalu ingin belajar hal baru dan dengan senang hati menerima masukan dari orang lain. Saya juga terbiasa dengan budaya mencari tahu dan bertanya jika ada hal yang belum dimengerti, sehingga saya dapat terus mengembangkan pengetahuan dan pemahaman saya.

Saya memandang murid bukan hanya sebagai murid, tetapi juga sebagai anak dan sahabat sendiri. Hal ini membantu saya membangun hubungan yang baik dan saling percaya dengan mereka. Selain itu, saya selalu berusaha membangun suasana ceria dan bahagia di lingkungan sekitar, karena saya percaya bahwa lingkungan yang positif akan membawa dampak positif pula pada pembelajaran.

Sikap saya yang mau bekerjasama dengan siapa saja juga membantu saya berkolaborasi dengan rekan guru dan anggota komunitas sekolah secara efektif. Saya percaya bahwa dengan memegang teguh nilai-nilai ini, saya dapat berkontribusi secara positif dalam memajukan pendidikan dan membangun iklim sekolah yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan setiap individu.

2. Apa peran yang selama ini saya mainkan dalam menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya?

Peran yang selama ini saya mainkan dalam menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya meliputi beberapa hal yang saya lakukan secara konsisten:

  • Pertama, saya berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan untuk murid. Saya percaya bahwa suasana belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar murid, sehingga mereka dapat lebih aktif dan bersemangat dalam proses pembelajaran.
  • Kedua, saya aktif dalam menggali potensi murid agar mereka bisa semakin berkembang. Saya tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga mencari dan mendukung potensi-potensi lain yang dimiliki oleh murid, seperti bakat seni, olahraga, atau kepemimpinan.
  • Ketiga, saya menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dengan rekan sejawat dan walimurid. Saya percaya bahwa kolaborasi yang baik antara guru, orang tua, dan murid sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan membangun kesuksesan murid secara holistik.
  • Terakhir, saya aktif berpartisipasi dalam kelompok kerja guru dan organisasi profesi untuk berbagi pengalaman positif dan mendapatkan inspirasi baru dalam mengembangkan praktik pengajaran saya. Saya percaya bahwa dengan berbagi dan belajar dari pengalaman sesama guru, saya dapat terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang saya berikan kepada murid.

Melalui peran-peran ini, saya berharap dapat terus memberikan kontribusi positif dalam menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya menuju pencapaian yang lebih baik dan pembelajaran yang lebih bermakna bagi semua pihak yang terlibat.




Salam Guru Penggerak
Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan

Posting Komentar untuk "1.2.e. Mulai dari diri - Modul 1.2"